Bang Munawir: Abdi Pertiwi Pahlawan Konservasi

Bang Munawir: Abdi Pertiwi Pahlawan Konservasi

#MaganiMen: Bersama Muhammad Munawir, seorang praktisi lingkungan selama 17 tahun hidupnya mengabdi untuk melestarikan bumi pertiwi. Lihatlah bagaimana Bang Munawir akhirnya merubah pola pikir masyarakat demi kehidupan yang berkelanjutan. Banyak hal berharga yang bisa kita dapatkan, dan akhirnya menjadi pelajaran. 

---

Siapa itu Bang Munawir? 

Saya Muhammad Munawir atau yang biasa akrab dipanggil Bang Munawir. Kurang lebih sudah 17 tahun saya mengabdi menjadi seorang praktisi lingkungan di Kalimantan Barat. Dimulai dari tahun 2005 ketika saya lulus, saya dan beberapa teman menginisiasi pembentukan Suar Institute sebagai upaya untuk pelestarian lingkungan di daerah Kabupaten Melawi. 

Suar bermakna filosofis, kalau kalau kalian tahu Suar itu alat yang digunakan untuk menggerakkan perahu di sungai-sungai kita biasa dari bambu dan kayu. Harapannya lembaga Suar dapat menggerakkan masyarakat menuju hal yang lebih baik dari aspek lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Karena kalo kita telaah, masalah lingkungan itu tidak hanya dalam satu spektrum permasalahan, masalah lingkungan itu saling terkait dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat yang terlibat.

Selain itu, saya juga merupakan anggota tim pendampingan percepatan pembangunan daerah (TP3D) Kabupaten Melawi bidang Pengembangan Sumber Daya Alam & Lingkungan Hidup. 

 

Mengapa memutuskan untuk mengabdikan diri menjadi seorang praktisi lingkungan?

Dalam hal ini, awalnya karena saya memang dibesarkan di Desa terpencil di pedalaman Kalimantan, kita dulu punya anggapan bahwa yang bekerja di bidang kehutanan itu akan menjadi ‘Kaya’. Tidak munafik ya, dulu saya saat memutuskan untuk kuliah di jurusan kehutanan itu karena masih terikat dengan anggapan tersebut. Tapi setelah menjalani, ternyata ada tujuan yang lebih besar dibanding sekedar menjadi ‘Kaya’, karena ternyata kalau mau kaya bukan disini ya tempatnya. Titik baliknya pada tahun 2001 ketika saya menjabat sebagai Ketua Umum Sylva Indonesia (Ikatan Mahasiswa Kehutanan Indonesia). Pergaulan dengan teman-teman LSM dari seluruh Indonesia ini menyadarkan bahwa aktivitas pelestarian kawasan hutan sangat berarti dan menyenangkan untuk ditekuni.

Kadang banyak yang meremehkan pekerjaan saya dengan mengatakan, ini orang kerja apa tidak ya? Karena anggapannya di lingkungan saya tinggal hingga saat ini, kerja itu harus menggunakan seragam rapi, formal, dan sebagainya. Nah, itu baru yang disebut ‘kerja’ disini. Padahal sedikit yang mereka ketahui, saya sendiri memiliki komitmen untuk melakukan hal kecil yang berdampak besar untuk kehidupan banyak orang istilahnya small things, big impact. Ketika lingkungan baik, maka dampak nya itu untuk seluruh masyarakat bukan? Adapun saya juga menjadikan hal ini sebagai bagian dari ibadah saya, karena itu tadi dampak yang dirasa bisa untuk diri saya dan generasi kedepannya. Saya percaya bahwa sebaik-baiknya manusia, adalah manusia yang bermanfaat bagi sekitarnya. Jujur, saat menjadi seorang praktisi lingkungan, saya belajar banyak tentang kehidupan dan bermasyarakat. Hal-hal inilah yang menjadikan saya untuk tetap istiqomah terhadap pekerjaan saya.

 

Kegiatan konservasi apa saja yang pernah dilakukan?

Seperti yang saya katakan sebelumnya, spektrum permasalahan lingkungan itu kompleks ya, saling berkesinambungan dengan isu-isu lain di masyarakat. Ada tiga pilar pembangunan berkelanjutan yakni alam itu sendiri, sosial budaya, dan ekonomi masyarakat. Banyak kawasan yang bernilai konservasi tinggi namun dikarenakan masyarakat nya yang belum paham jadi tidak dapat terlaksana rencana baiknya. Maka dari itu, kita coba perbaiki masyarakat nya terlebih dahulu. Dalam hal ini mindset atau pola pikir nya yang paling mendasar yang harus kita ubah. Peran kami ialah untuk mendampingi dan memberdayakan masyarakat yang berada di sekitar kawasan konservasi ini untuk lebih peduli dan bahu-membahu turut serta dalam upaya konservasi di daerah nya.

 

Suka duka menjadi seorang praktisi lingkungan?

Bagi saya, suka nya saat menjadi seorang praktisi lingkungan adalah ketika kita bisa memberi dampak langsung kepada masyarakat yang terlibat dalam kegiatan kita. Belajar dan berproses bersama masyarakat, kemudian menjadikan mereka ‘sukses’ dalam arti berhasil mengubah mindset mereka untuk lebih mencintai lingkungannya. Bahkan mengubah perilaku mereka untuk turut melakukan upaya konservasi itu sangat menyenangkan buat saya.

Untuk duka nya mungkin ketika masyarakat itu tidak mau mengerti, bahkan kadang  malah menyebarkan isu yang tidak-tidak terkait upaya konservasi kami. Ya, saat suatu kelompok masyarakat tertutup, kami jadi sangat sulit untuk mengimplementasikan program kami, apalagi yang kita bicarakan ini kan mindset nya. Tantangan terberat kita sejauh ini adalah mengubah mindset, karena pola pikir itu merupakan landasan utama kita berkehidupan. Untuk proses nya saja bisa memakan waktu yang lama dan sulit diperkirakan dengan rumus eksak. Apalagi ketika kita harus mensinergikan antara masyarakat dengan stakeholder yang terlibat, seperti pemerintah dan pelaku usaha. Ini juga merupakan tantangan yang sangat besar, mengingat semua pihak punya kepentingan nya masing-masing. Nah peran kita juga untuk mensejajarkan kepentingan mereka, supaya dapat mencapai kesepakatan bersama untuk ramah terhadap lingkungan sekitar.

 

Pencapaian terbesar bang munawir saat menjadi praktisi lingkungan?

Pencapaian terbesar sih ketika dampak dari program yang kita buat bisa langsung terasa di masyarakat. Pernah ada satu kasus dimana kami berhasil mengubah mindset dan perilaku dari seorang pelaku penebangan liar di salah satu desa di Kalimantan Barat ini. Beliau itu dulunya pelaku aktif penebangan liar, yang kini menjadi ketua pelestarian hutan di kawasan tersebut. Luar biasa sebenarnya, mengingat dia awalnya pelaku kemudian sekarang menjadi pendukung bahkan agen perubahan. Rasanya bahagia sekali melihat perubahan signifikan tersebut!

Pencapaian lainnya, seperti berhasil membantu ekonomi warga sekitar kawasan konservasi dan menjadikan mereka sebagai kelompok mandiri, juga sangat berarti bagi saya sebagai praktisi lingkungan. Saat ditinggal, masyarakat tetap bisa konsisten dan mandiri melakukan upaya pelestarian lingkungan. Ini adalah indikator keberhasilan yang paling nyata dan tentunya ada kepuasan tersendiri saat kita bisa membantu mereka.

 

Pesan dan harapan untuk masyarakat awam?

Saya rasa kita harus ingat bahwa yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan itu tidak lain dan tidak bukan adalah diri kita sendiri. Jadi mulailah dari diri sendiri! Mulai dari langkah kecil terlebih dahulu sesederhana buang sampah pada tempatnya dan meminimalisir sampah yang berbahaya bagi lingkungan, karena lama-kelamaan akan berdampak besar. Seperti halnya 1 juta rupiah tidak akan mampu mencapai angka tersebut tanpa kontribusi 1 rupiah. Begitu pula dengan upaya pelestarian lingkungan. Start with small things! Harapannya, kita bisa menjaga apa yang tersisa dari bumi pertiwi ini untuk generasi mendatang.

Previous post Next post